A. TATA URUTAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL
1. Konsep dan Hakekat Perundang-undangan
Nasional
·
Dalam hubungan antara manusia satu dengan
manusia lainnya yang terpenting adalah bagaimana reaksi yang ditimbulkan dari
hubungan tersebut, dan inilah yang menyebabkan tindakan seseorang menjadi lebih
luas. Misalnya dia seorang guru, dia memerlukan reaksi apakah yang berbentuk punishment
(hukuman) atau reward (hadian/ penghargaan) yang kemudian menjadi
dorongan untuk melakukan
tindakan-tindakan selanjutnya.
·
Soerjono Soekanto, menyatakan, bahwa sejak dilahirkan
manusia telah mempunyai dua hasrat atau keinginan pokok, yaitu :
1. Keinginan
untuk menjadi satu dengan manusia lain di
sekelilingnya,
yaitu masyarakat
2. Keinginan
untuk menjadi satu dengan suasana alam
sekelilingnya.
·
Perundang undangan hanya merupakan sebagian
dari hukum-hukum ada yang bersifat tertulis dan tidak tertulis. Hukum tidak
tertulis yang dilaksanakan dalam praktik penyelenggaraan negara dinamakan
konvensi sedangkan hukum tidak tertulis dinamakan hukum adat.
·
Dengan adanya kaidah atau norma membuat
setiap anggota masyarakat menyadari apa yang menjadi hak dan kewajibannya.
Perbuatan-perbuatan apa yang dibolehkan dan perbuatan-perbuatan mana yang tidak
boleh dilakukannya di masyarakat. J.P. Glastra van Loan menyatakan, dalam
menjalankan peranannya, hukum mempunyai fungsi :
1. Menertibkan
masyarakat dan pengaturan pergaulan
hidup;
2.
Menyelesaikan pertikaian;
3. Memelihara
dan mempertahankan tata tertib dan
aturan,
jika perlu dengan kekerasan;
4. Mengubah
tata tertib dan aturan-aturan dalam rangka
penyesuaian
dengan kebutuhan masyarakat;
5. Memenuhi
tuntutan keadilan dan kepastian hukum
dengan cara
merealisasikan fungsi hukum sebagaimana
disebutkan
di atas.
·
Peraturan ada yang tertulis dan tidak
tertulis. Contoh peraturan tertulis undang undang, peraturan pemerintah,
peraturan presiden, peraturan daerah dan sebagainya. Contoh peraturan tidak
tertulis adalah hukum adat, adat istiadat, dan kebiasaan-kebiasaan yang
dilaksanakan dalam praktik
penyelenggaraan negara atau konvensi.
Peraturan
yang tertulis memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Keputusan yang dikeluarkan oleh yang
berwewenang,
b.
Isinya mengikat secara umum, tidak hanya mengikat orang tertentu,
dan
c. Bersifat abstrak (mengatur yang belum
terjadi).
Ferry Edwar dan Fockema Andreae menyatakan, bahwa
perundang-undangan (legislation, wetgeving atau gezetgebung)
mempunyai dua pengertian, pertama
perundang-undangan merupakan proses pembentukan atau
proses membentuk peraturan
perundang-undangan negara, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah.
Kedua perundang-undangan adalah segala peraturan negara yang merupakan hasil
pembentukan peraturanperaturan, baik tingkat pusat maupun di tingkat daerah.
2. Landasan Berlakunya Peraturan Perundangundangan
·
Peraturan perundang-undangan yang akan
dibentuk
di negara Republik Indonesia harus
berlandaskan
kepada:
a. Landasan Filosofis Setiap penyusunan
peraturan perundangundangan
harus
memperhatikan cita-cita moral dan cita hukum sebagaimana
diamanatkan oleh pancasila.
Nilai-nilai
yang bersumber pada pandangan filosofis Pancasila, yakni :
1).
Nilai-nilai religius bangsa Indonesia yang terangkum dalam sila
Ketuhanan Yang
Maha Esa
2). Nilai-nilai hak-hak asasi manusia dan
penghormatan terhadap harkat dan martabat kemanusiaan sebagaimana terdapat
dalam sila Kemanusiaan yang adil dan beradab,
3). Nilai-nilai kepentingan bangsa secara utuh,
dan kesatuan hukum nasional seperi yang terdapat di dalam sila Persatuan
Indonesia,
4). Nilai-nilai demokrasi dan kedaulatan rakyat,
sebagaimana terdapat di dalam sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, dan
5). Nilai-nilai keadilan, baik individu maupun
sosial seperti yang tercantum dalam sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
b.
Landasan Sosiologis
Pembentukan
peraturan perundang-undangan
harus
sesuai dengan kenyataan dan kebutuhan
masyarakat.
c.
Landasan Yuridis
Menurut Lembaga Administrasi Negara landasan
yuridis
dalam pembuatan peraturan perundangundangan
memuat
keharusan:
1).
adanya kewenangan dari pembuat peraturan perundang- undangan,
2).
adanya kesesuaian antara jenis dan materi muatan peraturan perundang undangan,
3).
mengikuti cara-cara atau prosedur tertentu,
4).
tidak bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang lebih tinggi
tingkatannya,
3. Prinsip-prinsip Peraturan Perundang-Undangan
Lembaga Administrasi Negara menyatakan, bahwa
prinsip-prinsip yang mendasari pembentukan peraturan
perundang-undangan, adalah :
a. Dasar yuridis (hukum) sebelumnya. Penyusunan peraturan
perundang undangan harus mempunyai landasan yuridis yang jelas, tanpa landasan
yuridis yang jelas, peraturan perundangundangan yang disusun tersebut dapat
batal demi hukum. Adapun yang dijadikan landasan yuridis adalah selalu
peraturan perundang-undangan, sedangkan hukum lain hanya dapat dijadikan bahan
dalam penyusunan peraturan perundang-undangan tersebut.
b. Hanya peraturan perundang-undangan tertentu saja
yang
dapat dijadikan landasan yuridis. Tidak semua peraturan perundang-undangan
dapat dijadikan landasan yuridis. Peraturan perundangundangan yang dapat
dijadikan dasar yuridis adalah peraturan yang sederajat atau yang lebih tinggi
dan terkait langsung dengan peraturan perundangundangan yang akan dibuat.
c. Peraturan perundang-undangan hanya dapat dihapus,
dicabut, atau diubah oleh peraturan perundangundangan yang sederajat atau yang
lebih tinggi.
d. Peraturan Perundang-undangan baru mengesampingkan
peraturan perundang-undangan lama.
Dengan
dikeluarkannya suatu peraturan perundang-undangan baru, maka apabila telah ada
peraturan perundang-undangan sejenis dan sederajat
yang
telah diberlakukan secara otomatis akan dinyatakan tidak berlaku. Prinsip ini
dalam bahasa hukum dikenal dengan istilah lex posteriori derogat lex priori.
e. Peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi mengesampingkan
peraturan perundang-undangan yang lebih rendah. Peraturan perundang-undangan
yang secara hierarki lebih rendah kedudukannya dan bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, maka secara otomatis dinyatakan
batal demi hukum. Contoh suatu keputusan menteri tidak dibenarkan bertentangan
dengan Peraturan Pemerintah. Peraturan Pemerintah tidak boleh bertentangan
dengan Undang-undang, dan undangundang tidak boleh bertentangan dengan UUD
1945.
f. Peraturan
Perundang-undangan yang bersifat khusus mengesampingkan peraturan
perundang-undangan yang bersifat umum. Apabila terjadi pertentangan antara
peraturan perundang-undangan yang bersifat khusus dan peraturan
perundang-undangan yang bersifat umum yang sederajat tingkatannya, maka yang
dimenangkan adalah peraturan perundang-undangan yang bersifat khusus (prinsip lex
specialist lex ge-neralist). Misalnyabila ada masalah korupsi dan terjadi
pertentangan antara undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang korupsi dengan
KUHP, maka yang berlaku adalah UU no. 20 tahun 2001.
g. Setiap jenis peraturan perundang-undangan materinya berbeda
Setiap UU yang dikeluarkan pemerintah hanya mengatur satu obyek tertentu saja.
Contoh undang undang Republik Indonesia nomor 4 tahun 2004mengatur masalah
Kehakiman, UU nomor 5 tahun 2004 mengatur Mahkamah Agung, Mahkamah
Konstitusidiatur dalam undang-undang nomor 24 tahun 2003. Jadi sekalipun ketiga
lembaga tersebut sama-sama bergerak di bidang hukum namun materinya berbeda, sehingga
diatur oleh undang-undang yang berbeda.
4. Tata Urutan Peraturan Perundang-Undangan
Sejak Indonesia merdeka tangal 17 Agustus
1945
ada beberapa peraturan yang mengalami tata urutan
perundang-undangan, yaitu :
Pertama, Ketetapan MPRS nomor XX/MPRS/1966 tentang
“Memorandum DPR-GR mengatur “Sumber TertibHukum Republik Indonesia”.
Kedua,
pada era reformasi, MPR telah mengeluarkan produk hukum yang berupa Ketetapan
MPR Nomor III/MPR/2000 tentang “Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan
Perundang-Undangan”.
Ketiga pada tahun 2004 melalui UU RI no. 10
tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Lahirnya UU RI no.
10 tahun 2004 tidak terlepas dari tuntutan reformasi di bidang hukum. MPR pada
tahun 2003
telah mengeluarkan Ketetapan nomor 1/MPR/2003 tentang Peninjauan
kembali terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan MPRS dan MPR RI Tahun 1960
sampai dengan tahun 2002. Berdasarkan ketentuan pasal 6 ayat (19) Ketetapan
MPR No.I/MPR/2003, maka status dan kedudukan Ketetapan
MPRS No. XX/MPRS/1966 digolongkan pada Ketetapan MPRS yang tidak perlu
dilakukan tindakan hukum lebih lanjut. Sedangkan Ketetapan MPR No. III/MPR/ 2000
adalah tergolong Ketetapan MPR yang tetap berlaku sampai dengan terbentuknya
undang-undang (sebagaimana dinyatakan dalam pasal 4 ayat (4) ). Pada tahun 2004
lahir Undang-undang nomor 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang
undangan, di dalam pasal 7 ayat (1) undang-undang tersebut dicantumkan mengenai
Jenis dan Hierarki Peraturan Perundang-undangan.
Dengan demikian, maka TAP MPR No. III/MPR/2000 otomatis
dinyatakan tidak berlaku. Rumusan pasal 7 ayat (1) Undang-undang nomor 10 tahun
2004 sebagai berikut:
1. Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan adalah
sbb:
a.
Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan RepublikIdonesia Tahun 1945
b. Undang-Undang/Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU)
c. Peraturan
Pemerintah
d. Peraturan
Presiden
e. Peraturan
Daerah (Perda)
2. Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf e meliputi :
a. Peraturan
Daerah Provinsi dibuat oleh DPRD Provinsi bersama dengan Gubernur
b. Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota dibuat oleh DPRD Kabuapetn/Kota bersama Bupati/Walikota
c. Peraturan
Desa/peraturan yang setingkat, dibuat oleh badan perwakilan desa atau nama
lainnya bersama dengan kepala desa atau nama lainnya.
3. Ketentuan mengenai tata cara pembuatan Peraturan
Desa/peraturan yang setingkat diatur oleh peraturan daerah/Kabupaten/Kota yang
bersangkutan
4. Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang
diperintahkan oleh Peraturan Perundangundangan yang lebih tinggi.
5. Kekuatan hukum Peraturan perundang-undangan adalah
sesuai dengan hierarki sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Untuk lebih memahami tata urutan peraturan perundang- undangan
sebagaimana diatur pasal 7 ayat (1) UU RI No. 10 tahun 2004 cermati uraian
berikut :
1. Undang-Undang Dasar 1945 Undang-Undang Dasar 1945
merupakan Hukum
Dasar tertulis
Negara Republik Indonesia dan berfungsi sebagai sumber hukum tertinggi. L.J.
van Apeldoorn
menyatakan Undang-Undang Dasar adalah bagian tertulis
dari suatu konstitusi. Sedangkan E.C.S. Wade menyatakan Undang-Undang Dasar
adalah naskah yang memaparkan rangka dan tugas-tugas pokok dan badan-badan
pemerintahan suatu negara dan menentukan pokok-pokok cara kerja badan-badan tersebut.
Miriam Budiardjo, menyatakan bahwa Undang-
Undang Dasar memuat ketentuan-ketentuan mengenai
organisasi negara, hak-hak asasi manusia, prosedur
mengubah UUD, dan memuat larangan untuk
mengubah sifat tertentu dari Undang-Undang Dasar.
Undang-Undang Dasar pada umumnya berisi hal-hal sebagai
berikut :
a. Organisasi negara, artinya mengatur lembaga-lembaga
apa saja yang
ada dalam suatu negara dengan pembagian kekuasaan masing- masing serta prosedur
penyelesaian masalah yang timbul di antara lembaga tersebut.
b. Hak-hak asasi manusia
c. Prosedur mengubah Undang-Undang Dasar
d. Memuat larangan untuk mengubah sifat tertentu dari
undang-undang dasar, seperti tidak muncul kembali seorang diktator atau
pemerintahan kerajaan yang kejam.
e. Memuat cita-cita rakyat dan asas-asas ideologi negara.
2. Undang-undang
Undang-undang merupakan peraturan perundang-
undangan untuk melaksanakan UUD 1945. Lembaga yang berwenang membuat UU adalah
DPR bersama Presiden. Adapun kriteria agar suatu permasalahan diatur melalui
Undang-Undang antara lain
adalah:
a. UU dibentuk atas perintah ketentuan UUD 1945,
b. UU dibentuk atas perintah ketentuan UUterdahulu,
c. UU dibentuk dalam rangka mencabut, mengubah, dan
menambah UU yang sudah ada,
d. UU dibentuk karena berkaitan dengan hak asasi manusia,
e. UU dibentuk karena berkaitan dengan kewajiban atau
kepentingan orang banyak.
Adapun
prosedur pembuatan undang-undang adalah sebagai berikut:
a. DPR memegang kekuasaan membentuk undangundang.
b. Setiap Rancangan Undang-Undang dibahas oleh DPR dan
Presiden untuk mendapat persetujuan
bersama.
c. Rancangan Undang-Undang (RUU) dapat berasal dari DPR,
Presiden, atau DPD.
DPD
dapat mengajukan kepada DPR, RUU yang berkaitan dengan:
a. otonomi daerah,
b. hubungan pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran, dan
penggabungan daerah,
c. pengelolaan sumber daya alam,
d. sumber daya ekonomi lainnya, dan
e. yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan
daerah.
3. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu)
Peraturan Pemerintah penganti
Undang-Undang (PERPU) dibentuk oleh presiden tanpa terlebih dahulu mendapat
persetujuan DPR. PERPU dibuat dalam keadaan “darurat” atau mendesak karena
permasalahan yang muncul harus segera ditindaklanjuti. Setelah diberlakukan
PERPU tersebut harus diajukan ke DPR untuk mendapatkan persetujuan.
4. Peraturan Pemerintah
Untuk melaksanakan suatu undang-undang,
dikeluarkan Peraturan Pemerintah. Peraturan Pemerintah dibuat untuk
melaksanakan undangundang. Kriteria pembentukan Peraturan Pemerintah
adalah sebagai berikut.
a. Peraturan Pemerintah tidak dapat dibentuk tanpa adanya
UU induknya. Setiap pembentukan Peraturan Pemerintah harus berdasarkan undang-
undang yang telah ada. Contoh untuk melaksanakan Undang-Undang Republik
Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dibentuk
Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
b. Peraturan Pemerintah tidak dapat mencantumkan sanksi
pidana, jika UU induknya tidak mencantumkan sanksi pidana. Apa yang diatur
dalam Peraturan Pemerintah harus merupakan rincian atau penjabaran lebih lanjut
dari Undang-Undang induknya, jadi ketika dalam undang-undang itu tidak diatur
masalah sanksi pidana, maka Peraturan Pemerintahnyapun tidak boleh memuat
sanksi pidana.
c. Peraturan Pemerintah tidak dapat memperluas atau
mengurangi ketentuan UU induknya. Isi atau materi Peraturan Pemerintah hanya
mengatur lebih rinci apa yang telah diatur dalam Undang-Undang induknya.
d. Peraturan Pemerintah dapat dibentuk
meskipun UU yang bersangkutan tidak menyebutkan secara tegas, asal Peraturan
Pemerintah tersebut untuk melaksanakan UU.Dibentuknya Peraturan Pemerintah
untuk melaksanakan undang-undang yang telah dibentuk. sekalipun dalam
undang-undang tersebut tidak secara eksplisit mengharuskan dibentuknya suatu
Peraturan Pemerintah.
5. Peraturan Presiden
Peraturan Presiden adalah peraturan yang
dibuat oleh Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara sebagai atribut
dari Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Peraturan Presiden dibentuk untuk menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut
perintah Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah baik secara tegas maupun tidak
tegas diperintahkan pembentukannya.
6. Peraturan Daerah
Peraturan Daerah adalah peraturan yang
dibuat oleh Pemerintah Daerah Propinsi dan Kabupaten atau Kota, untuk
melaksanakan peraturan perundang undangan yang lebih tinggi dan dalam rangkamelaksanakan
kebutuhan daerah. Oleh karena itu dalam pembuatan Peraturan Daerah harus
disesuaikan dengan
kebutuhan daerah. Materi Peraturan Daerah adalah seluruh
materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan.
B. PROSES PEMBUATAN PERATURAN PERUNDANGUNDANGAN
NASIONAL
Proses pembuatan suatu undang-undang
dapatdiajukan oleh Presiden kepada DPR, atau diajukan oleh DPR kepada Presiden
atau diajukan oleh Dewan Perwakilan
Daerah kepada DPR. Secara skematik proses pembuatan suatu
Undang-undang dapat dicermati pada bagan di bawah ini!.
PROSES PEMBUATAN UNDANG-UNDANG
Suatu Rancangan Undang-Undang (RUU) yang
diusulkan untuk disahkan menjadi Undang-Undang (UU) secara garis besar
formatnya berisi : Panamaan; Pembukaan; Batang Tubuh; Penutup; Penjelasan (bila
ada) dan Lampiran (bila diperlukan). Penamaan, berkaitan dengan judul atau nama
dari Rancangan Undang-Undang atau Undang-Undang yang diajukan atau disahkan,
termasuk nomor dan tahun pembentukan undang-undang tersebut. Penulisan penamaan
dilakukan dengan menggunakan huruf besar semua.
C. MENTAATI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
NASIONAL
Peraturan perundang-undangan yang telah
mendapatkan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat atau pemerintah dan telah
mempunyai kekuatan hukum
yang tetap, maka wajib ditaati dan dilaksanakan oleh
seluruh bangsa Indonesia.
Mentaati berasal dari kata dasar taat yang artinya patuh
atau tunduk. Orang yang patuh atau tunduk pada peraturan adalah orang yang
sadar. Seseorang dikatakan mempunyai kesadaran terhadap aturan atau hukum,
apabila dia.
1. Memiliki pengetahuan tentang peraturan-peraturan hukum
yang berlaku, baik di lingkungan masyarakat ataupun di negara Indonesia,
2. Memiliki Pengetahuan tentang isi peraturan-peraturan
hukum, artinya bukan hanya sekedar dia tahu ada hukum tentang pajak, tetapi dia
juga mengetahui isi peraturan tentang pajak tersebut.
3. Memiliki sikap positif terhadap peraturan-peraturan
hukum
4. Menunjukkan perilaku yang sesuai dengan apa yang
diharuskan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Orang yang mempunyai kesadaran terhadap
berbagai aturan hukum akan mematuhi apa yang menjadi tuntutan peraturan
tersebut. Dengan kata lain dia akan menjadi patuh terhadap berbagai peraturan
yang ada. Orang menjadi patuh, karena :
1. Sejak kecil dia dididik untuk selalu mematuhi dan
melaksanakan berbagai aturan yang berlaku, baik di lingkungan keluarga,
sekolah, masyarakat sekitar maupun yang berlaku secara nasional (Indoctrination).
2. Pada awalnya bisa saja seseorang patuh terhadap hukum
karena adanya tekanan atau paksaan untuk melaksanakan berbagai aturan tersebut.
Pelaksanaan aturan yang semula karena faktor paksaan lama kelamaan menjadi
suatu kebiasaan (habit), sehingga tanpa sadar dia melakukan perbuatan itu
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. Orang taat karena dia merasakan, bahwa peraturan yang
ada tersebut dapat memberikan manfaat atau kegunaan bagi kehidupan diri dan
lingkungannya (utiliy)
4. Kepatuhan atau ketaatan karena merupakan salah satu
sarana untuk mengadakan identifikasi dengan kelompok. Masalah kepatuhan hukum
merupkan atau menyangkut proses internalisasi dari hukum tersebut. Jadi
ketaatan terdhadap berbagai peraturan perundang-undangan, baik yang berlaku di
rumah,sekolah, masyarakat sekitar maupun dalam kehidupan berbangsa pada
dasarnya berkisar pada diri warga masyarakat yang merupakan faktor yang
menentukan bagi sahnya hukum.
Masalah ketaatan dalam penegakan negara hukum
dalam arti material mengandung makna :
1. Penegakkan hukum yang sesuai dengan
ukuranukurantentang hukum baik atau hukum yang buruk
2. Kepatuhan dari warga-warga masyarakat terhadap
kaidah-kaidah hukum yang dibuat serta diterapkan oleh badan-badan legislatif,
eksekutif dan judikatif
3. Kaidah-kaidah hukum harus selaras dengan hakhak asasi
manusia
4. Negara mempunyai kewajiban untuk menciptakan kondisi-kondisi
sosial yang memungkinkan terwujudnya aspirasi-aspirasi manusia dan penghargaan
yang wajar terhadap martabat manusia
5. Adanya badan yudikatif yang bebas dan merdeka yang
akan dapat memeriksa serta memperbaiki setiap tindakan yang sewenang-wenang dari
badanbadan eksekutif.
D. KASUS KORUPSI DAN UPAYA PEMBERANTASANNYA DI INDONESIA
Korupsi merupakan penyakit masyarakat yang
sangat membahayakan karena dapat mengancam kelancaran pembangunan dan
kesejahteraan masyarakat
Tindak pidana korupsi dirumuskan secara tegas
sebagai tindak pidana formil. Dengan rumusan secara formil yang dianut dalam
undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, maka meskipun
hasil korupsi telah dikembalikan kepada Negara, pelaku tindak pidana korupsi
tetap diajukan ke pengadilan dan tetap di pidana.
Undang-undang Tindak Pidana Korupsi
menerapkan pembuktian terbalik yang bersifat terbatas atau berimbang, yakni
terdakwa mempunyai hak untuk membuktikan bahwa ia tidak melakukan tindak pidana
korupsi dan wajib memberikan keterangan tentang seluruh harta bendanya dan
harta benda istri atau suami, anak, dan harta benda setiap orang atau korporasi
yang diduga mempunyai hubungan dengan perkara yang bersangkutan, dan penuntut
umum tetap berkewajiban membuktikan dakwaannya. Selain itu undang-undang tindak
pidana korupsi juga memberi kesempatan yang seluas-luasnya kepada masyarakat
berperan serta untuk membantu upaya
pencegahan dam pemberantasan korupsi, dan terhadap
anggota masyarakat yang berperan serta tersebut diberikan perlindungan hukum
penghargaan.
Dalam skala nasional tindakan-tindakan yang
dilakukan oleh berbagai profesi dapat dikatagorikan korupsi, seperti:
1. Menyuap hakim adalah korupsi. Mengacu kepada kedua
pengertian korupsi di atas, maka suatu perbuatan dikatagorikan korupsi apabila
terdapat beberapa syarat, misalnya dalam pasal 6 ayat (1) huruf a UU no. 20
tahun 2001. Maka untuk menyimpulkan apakah suatu perbuatan termasuk korupsi
harus memenuhi unsur-unsur:a. Setiap orang,
b.
Memberi atau menjanjikan sesuatu,
c. Kepada hakim,
d. Dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang
diserahkan kepadanya untuk diadili.
2. Pegawai Negeri menerima hadiah yang berhubungan dengan
jabatan adalah korupsi. Pasal 11 UU no. 20 tahun 2001 menyatakan, bahwa Untuk menyimpulkan
apakah seorang Pegawai Negeri melakukan suatu perbuatan korupsi memenuhi unsur
unsur :
a.
Pegawai Negeri atau penyelenggara Negara,
b.
Menerima hadiah atau janji,
c.
Diketahuinya,
d. Patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut
diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya
dan menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada
hubungan dengan jabatannya.
3. Menyuap advokat adalah korupsi. Mengacu kepada kedua
pengertian korupsi di atas, maka suatu perbuatan dikatagorikan korupsi apabila
terdapat beberapa syarat, misalnya dalam pasal 6 ayat (1) huruf a UU no. 20
tahun 2001 yang berasal dari pasal 210 ayat (1) KUHP yang dirujuk dalam pasal 1
ayat (1) huruf e UU no. 3 tahun 1971, dan pasal 6 UU no.31 tahun 1999 sebagai
tindak pidana korupsi yang kemudian dirumuskan ulang pada UU no. 20 tahun 2001,
maka untuk menyimpulkan apakah suatu perbuatan termasuk korupsi harus memenuhi
unsur unsur :
a.
Setiap orang,
b.
Memberi atau menjanjikan sesuatu,
c. Kepada
advokat yang menghadiri sidang pengadilan,
d. Dengan maksud untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat
yang akan diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan
untuk diadili.
E. MENDESKRIPSIKAN PENGERTIAN ANTI KORUPSI DAN INSTRUMEN (HUKUM DAN KELEMBAGAAN) ANTI KORUPSI DI INDONESIA
Dalam penjelasan umum UU Republik Indonesia
Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi dinyatakan, bahwa
Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah meluas dalam masyarakat.
Perkembangannya terus meningkat dari tahun ke tahun, baik dari jumlah kasus
yang terjadi dan jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi kualitas
tindak pidana yang dilakukan semakin sistematis serta lingkupnya yang memasuki
seluruh aspek kehidupan masyarakat.
Meningkatnya tindak pidana korupsi yang tidak
terkendali akan membawa bencana tidak saja terhadap kehidupan perekonomian
nasional tetapi juga pada kehidupan berbangsa dan bernegara pada umumnya. Dalam
rangka mewujudkan supremasi hukum, Pemerintah Indonesia telah meletakkan
landasan kebijakan
yang kuat dalam usaha memerangi tindak pidana korupsi.
Berbagai kebijakan telah tertuang dalam bentuk peraturan perundang-undangan,
antara lain dalam. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang bersih dan bebas korupsi,
kolusi dan Nepotisme; Undang-undang nomor 28 tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 20
tahun 2001 tentang Perubahan atas undang-undang nomor 31 tahun Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi. Kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam melakukan
penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi meliputi tindak
pidana korupsi
yang :
a. Melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara,
dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan
oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara;
b. Mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat;
c. Menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp.1.000.000.000,00
(satu milyar rupiah).
Dengan pengaturan dalam undang-undang ini, Komisi
Pemberantasan Korupsi :
a. Dapat menyusun jaringan kerja (networking) yang kuat dan
memperlakukan institusi yang telah ada sebagai counterpartner yang kondusif
sehingga pemberantasan korupsi dapat dilaksanakan secara efisien dan efektif.
b. Tidak monopoli tugas dan wewenang penyelidikan, penyidikan
dan penuntutan
c. Berfungsi sebagai pemicu dan pemberdayaan institusi yang
telah ada dalam pemberantasan korupsi
d. Berfungsi untuk melakukan supervisi dan memantau institusi
yang telah ada dan dalam keadaan tertentu dapat mengambil alih tugas dan
wewenang penyelidikan,
penuidikan
dan penuntutan (superbody) yang sedang dilaksanakan oleh kepolisian dan/atau
kejaksaan. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah serangkaian
tindakan
untuk mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi melalui upaya koordinasi,
supervisi, monitor, penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di
sidang pengadilan, dengan peran serta masyarakat berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku (pasal 1 ayat 3).
Tujuan dibentuknya Komisi Pemberantasan
Korupsi menurut pasal 4 adalah untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna
terhadap upaya pemberantasan tindak
pidana korupsi. Sedangkan tugas dan wewenang KPK menurutu
pasal 6 adalah :
a. Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan
tindak pidana korupsi
b. Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan
tindak pidana korupsi
c. Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap
tindak pidana korupsi
d. Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindakpidana
korupsi
e. Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan
pemerintahan Negara
Setelah kalian mencermati uraian di atas,
renungkan kembali masalah masalah
sbb :
1. Bagaimana pendapatmu tentang pelaksanaan peraturan
perundangundangan di rumah, sekolah dan di masyarakat serta dalam kehidupan bernegara?
2. Apa komentar kalian tentang kasus-kasus korupsi yang
terjadi di pemerintahan, lembaga perwakilan rakyat dan di lembaga peradilan?
3. Bagaimana pendapat kalian tentang hukuman yang
dijatuhkan oleh hakim terhadap para